Saturday 24 July 2010

cerpen "Melody"



Persiapan pertunjukan electone perdana untuk Melody tinggal tiga bulan lagi. Secara kemampuan Melody sudah siap, namun batinnya belum. Salah satu ketidaksiapannya adalah Leon, kekasih Melody.
“Saat pertunjukan nanti, aku akan memainkan lagu-lagu dari ost Final Fantasy.”
“Game Square Enix itu?”
“Ya...bahkan Tetsuya Nomura akan datang dari Jepang untuk melihat pertunjukanku. Jika Square Enix menyukai aransemenku, aku akan ke Jepang dan permainan organku akan dijadikan ost film Final Fantasy terbarunya.”
“Jadi, kau akan pergi ke Jepang?”
“Ya...itu mimpiku.”
“Tidak...ini perlakuanmu?setiap waktu aku selalu mengantarmu, menunggu, dan mendengar ribuan lagu yang kamu mainkan, dipikiranmu hanya tuts-tuts. Aku tidak terima kau pergi!!!”
Hal itu seperti ancaman bagi Melody. Mana yang harus ia pilih. Mimpinya atau orang yang selalu setia baginya. Aransemen yang dibuatnya pasti diterima oleh Square Enix. Setiap memainkan lagu selalu terbayang pertunjukkan. Melody sering gemetar dan melody, akord, dan bass tidak sesuai.
Square Enix telah menyeponsori pertunjukan ini. Jika Melody mengacaukan pertunjukan pertamanya, maka impiannya akan hilang dan Square Enix tidak mendapat pengiring ost Final Fantasy dari Indonesia.
Latihan kali ini Melody tidak didampingi Leon. Dia ngambek saat tahu Melody akan meninggalkannya. Saat ditempat latihan, ia melihat seorang yang asing baginya. Seorang pria putih bertubuh tinggi dan berkacamata terlihat sinis
“Melody, kenalkan ini Vincent. Dia instruktur untuk pertunjukanmu.” kata instruktur tempat Melody latihan. Namun dalam hati Melody menggerutu dalam hati, “Jutek banget, untuk apa dia mendampingiku?mengoreksi aransemenku?atau mengoreksi permainanku?aku lebih senang instruktur tua itu yang mendampingiku, dia tidak pernah berkomentar malah memberi aplause untuk permainanku. Baru kulihat saja, ia sudah terlihat angkuh. Ia malah membuatku semakin gemetar menghadapi perunjukanku.”
“Kau akan memainkan lagu 'Eyes On Me' dan 'Suteki Da Ne'?” tanya Vincent pada Melody
“I...Iya.” jawab Melody gemetaran.
“Berarti kau sudah menguasainya kan?'Eyes On Me' dikarang oleh Julia Heartily sebagai ekspesi perasaannya kepada Laguna Laire. Sebelum mereka menikah. Lagu 'Suteki Da Ne' iringan Yuna dan Tidus berada diMacalania Woods. Kedua lagu itu sangat mendalam dan romantis. Jadi kau harus menjiwai lagu itu.”
Tak disangka Vincent sangat menguasai cerita dari lagu game populer itu. Melodypun memainkan aransemen dari lagu itu. Terdengar sempurna. Semua itu terlihat seperti tarian Melody dalam permainannya. Setiap tuts melody ditangan kanannya. Akord ditangan kirinya. Bass dikaki kiri dan kontrol volume dikaki kanannya. Pikirannya terbagi dalam memainkan electone. Vincent kagum melihat permainan Melody.
“Ku akui, sangat indah. Kau pasti dikontrak dapur rekaman Jepang.” Melody hanya tersenyum.
“Bolehkah saya menyanyikan lagu ini?kau bisa mengiringnya?”
“Ya”
Vincent menyanyikan lagu ost Final Fantasy itu dan Melody mengiringnya. Melody memperhatikan suara Vincent saat bernyanyi. Suaranya seperti penyanyi wanita. Bahkan lebih bagus dari suara wanita menyanyi umumnya.
“Kau heran dengan suaraku?bukankah lagu 'Eyes On Me' dan 'Suteki Da Ne' dinyanyikan dengan suara wanita?”
Sejak latihan bersama Vincent, Melody menjadi siap untuk pertunjukannya baik kemampuan dan mentalnya. Baginya Vincent secara tidak langsung memberinya semangat. Kepuasaan bisa mengiring aransemen indah dengan penyanyi merdu.
Latihan kali ini Melody diantar dan ditunggu Leon. Ngambeknya sudah selesai setelah Melody mengajaknya jalan-jalan. Di mobil, dalam perjalanan menuju tempat latihan, suasana canda dan mesra terjadi diantara mereka. Sampailah mereka ketempat tujuan.
“Sayang, selama latihan ini aku didampingi instruktur lain. Aku senang latihan bersamanya. Suaranya merdu saat bernyanyi. Aku akan kenalkan dia padamu.”
“Aku jadi penasaran. Oke gadis cantik berambut panjang, ayo kita turun. Kita ke ruang latihan.” mereka turun dari mobil dan menuju keruang latihan yang berada dilantai tiga gedung itu. Namun setelah mereka bertemu Vincent terjadilah tragedi ini.
“Melody, ada berita bagus untuk kita. Aku akan ikut ke Jepang mendampingimu.” kata Vincent yang langsung berbicara tanpa melihat mereka berdua. Namun Vincent dan Leon kaget dengan pertemuan mereka. Mereka saling terdiam dan menatap sinis.
“Vincent, kenalkan ini Leon pacarku. Emm... ooh ya sayang, kenalkan ini Vincent yang kuceritakan di mobil tadi.”
“Mel, kita perlu bicara!” kata Leon dengan langsung menarik tangan Melody dengan kasar menjauh dari ruang latihan.
“Sayang, kamu tau itu siapa?Vincent itu musuhku aku tidak sudi kau berteman dengannya, apalagi pergi bersamanya ke Jepang. Dia telah membunuh adikku. Rinoa bunuh diri karena pria jahat itu.”
“Mana aku tahu, kau tidak pernah cerita.”
“Yang aku tahu, dia kabur ke Canberra dan menurutku aku tidak perlu menceritakan sakit hatiku padamu. Cukup Melody. Kau harus tinggalkan mimpimu. Tinggalkan demi aku, sayang?”
“Tidak...tidak...aku tidak bisa. Aku butuh Vincent untuk mimpiku. Aku akan memilih mimpi dan cintaku.”
“Baik...mimpimu tidak ada di Vincent. Aku akan memberi pertimbangan pada instruktur lama untuk mengganti Vincent.” Leon Langsung pergi ke ruang instruktur lama. Melody yang sambil menangis mengejarnya. Ketika menuruni tangga, Melody tergelincir. Leon yang sudah berada dibawah, tidak sempat mencegahnya. Melody terluka dan pingsan. Leon langsung membawanya kerumah sakit.
“Sayang...maafin aku...maafin aku.”
Setelah beberapa hari, Melody tersadar. Ia terbaring dirumah sakit. Tangannya diinfus dan kepalanya diperban. Disampinya ada Leon yang setia menjaganya.
“Sayang, are you okey?” Leonpun memeluk Melody. Melody tersenyum karena dia bersyukur dapat selamat dari kecelakaan itu namun ia sadar ada sesuatu yang salah.
“Kenapa?kenapa?kenapa?” panik disertai teriakan keras Melody, “Kakiku. kaki kiri. Mati rasa. Gak bisa digerakkin.” Melody menangis histeris.
“Maafin aku sayang, kata dokter...kata dokter syaraf syaraf yang terjepit.” kata Leon yang ketakutan untuk menjelaskannya. Leon berusaha menenangkan Melody namun malah didorong Melody secara kasar. Sepertinya tidak ingin didekati oleh seorang pun.
Tiga hari kemudian, Melody diizinkan pulang besama kursi rodanya. Wajahnya murung seperti depresi berat. Beberapa terapi pengobatan untuk kakinya ditolak semua. Baginya hidupnya sudah mati. Walaupun dokter mengatakan kakinya bisa sembuh.
Hari berikutnya, Vincent menjenguk Melody dirumahnya, untung saja tidak ada Leon.
"Yang sabar ya"
"Aku sudah mati, aku tidak bisa berjalan, mimpiku hilang, bahkan kegemaranku lenyap. bagaimana aku bisa bermain electone tanpa kaki kiriku? Electone butuh kaki kiri untuk memainkan bass."
Setelah dibujuk, Melody pergi bersama Vincent ke pantai yang sepitanpa sepengetahuan Leon.
Dipantai, Melody duduk dipsir pantai dan gelombang ombak kecil mengenai tubuhnya sehingga badannya menjadi basah.
"Vincent, apa maksud semua ini?"
"Cuma menghiburmu saja. Oiaberteriaklah sekencang kau bisa. Tuangkan emosimupada teriakanmu dilaut sepi ini." Melody berteriak berulang kali. Hal itu membuatnyalebih baik, seperti gumpalan dihati yang telah mencair.
"Dulu Rinoa membuat hidupku sangat kacau. dia lebih menyakitkan daripada aku, lebih baik aku putus hubungan dan meninggalkannya. Namun aku tidak menyangka kalau dia akan berbuat senekat itu. Bunuh diri. Leon sangat membenciku dan aku juga membencinya. lalu aku kepantai ini berulang kali. Aku sadar, sepertinya pantai dan lautan ini yang menyadarkan dan menasehatiku. Cintailah musuhmu. Suatu hal yang paling sulit adalah mencintai musuh, dan sekarang aku tidak membencinya dan tidak lagi menganggap Leon sebagai musuh." Melody sepertinya mengerti tentang cerita-cerita Vincent. Keesokan harinya Vincent mengajak Melody ke pantai yang sepi itu lagi dan Melody kembali dudul dan sengaja ombak kecil mengenai tubuhnya lagi.
"Aku tidak akan menyuruhmu berteriak lagi. Tetapi coba merasakan setiap air dan pasir yang yang mengenai kulit tubuhmu, rasakan angin yang bersemilir disekitarmu, ciumlah bau lautan yang terasa dihidungmu, dengarlah suara ombak dan gemericik airserta lambaian pohon kelapa dan kicauan burung." Melody menutup mata dan melaksanakan perintah Vincent. Melody melalukan hal itu bersama Vincent dan selalu mendengarkan cerita bijaknya setiap hari selama seminggu.
Kini jiwa dan perasaannyasudah tenang. Melody mau diperiksa oleh dokter yang menanganinya. Leon mengantarnya kerumah sakit. Saat sedang menunggu dokter, telepon genggamnya berbunyi. Telepon dari Vincent. Karena tidak ingin berurusan lagi dengan permusuhan Vincent dan Leon,Melody menjauhi Leon untuk mengangkat telepon dari Vincent.
"Ya, Vincent?"
"Melody, aku sudah bilang pada tim pelaksana pertunjukanmu. Kau bisa tampil nanti. Mereka percaya, setuju, dan tidak jadi membatalkan pertunjukanmu. karena aku bilang kakimu sudah sembuh dan dapat digerakkan kembali dan kau bisa memainkan electon lagi.
"Buat apa?percuma."
"Kau itu sudah sembuh. Tanpa kau sadari, saat dipantai, kakimu bisa bergerak. Aku memperhatikannya.
Coba gerakkan jempol kaki kirimu!"
"Tidak bisa"
"Pasti bisa, kau bisa. Kau harus yakin. Kakimu itu sudah sembuh. Ayo gerakkan jempol kakimu." menuruti perintah Vincent, Melody berusaha menggerakkan jempol kakinya. Ternyata bisa bergerak. Melody terkejut dengan perubahan dalam dirinya. Lalu tiba-tiba, Leon datang menghampirinya, "Sayang, giliran kamu." Melody menutup teleponnya dan menuju ruang dokter, setelah itu Melody diperiksa dan menerima hasil rontgen.
"Anda mengalami perkembangan pesat, syaraf-syaraf kaki kiri anda sudah berfungsi dengan baik.Kaki anda dapat digerakkan dan anda dapat berlatih berjalan." dengan terharu Melody dan Leon berpelukan.
" Sayang, selamat ya, aku akan bantu kamu belajar berjalan, kamu bisa main electon lagi." Ada hal yang lebih menyenangkan lagi baginya. Mimpinya akan terwujud kembali. Dalam dua bulan ia yakin dapat kembali ke kondisi semula bahkan kemampuan dan mentalnya lebih siap dari sebelumnya. Setiap hari ia belajar berjalan dengan Leon dan berlatih electone dengan Vincent.. Leon dan Vincent adalah orang terpenting baginya. Walaupun dengan rasa terpaksa Leon mengizinkan Melody berlatih bersama Vincent.
Hari yang telah dinanti Melody dalam hidupnya tiba. Rasa Grogi dan gemetar muncul pada dirinya. Mual, kebelet buang air dan semacamnya merasuk ketubuhnya. Akhirnya Melody memainkan aransemen instrument 'Suteki Da Ne' dan 'Eyes On Me'. Gerakan tangannya dan kakinya lebih lincah. Musik yang dimainkan terdengar indah. Penonton terlebih Square Enix terpukau melihat pertunjukan Melody. Setelah itu, Melody mendapat surat resmibahwa ia bersama insrukturnya pergi ke Jepang tiga hari lagi. Pesta perayaan keberhasilan dan kesembuhan dirayakan dirumahnya. Malam sebelum kepergian Melody, Leon mengajaknya candle light dinner.
"Congrat ya say, aku senang mimpi kamu terwujud, aku harap kita masih bisa pacaran walaupun longdistance, aku percaya sama kamu." kata Leon sambil menggenggam tangan Melody.
"Kita saling setia ya. aku tahu, kamu tidak perlu khawatir dengan Vincent. Dia baik. Dia bilang sesuatu padaku. Cintailah musuhmu. Aku sembuh karena dia, dia bisa saja pergi dan mimpiku hilang. Namun dia wujudkan mimpiku dan sembuh dari sakit. Dia bantu pacar musuhnya. Dia mencintai musuhnya lewat pertolongan yang dia berikan kepada orang yang berarti bagi musuhnya. Tiada lagi kebencian. Kita harus berterima kasih padanya."
Esoknya Melody bersiap untuk berangkat ke Jepang bersama Vincent.
"Melody....... tunggu!!!!" teriak Leon dari jauh. Melody dan Vincent terhenti dan menoleh kebelakang, :sayang....lihat!!!" kata Leon yang menunjukkan tiket keberangkatan ke Jepang.
"Kamu ikut?" MElody dan Leon berpelukan setelah itu Vincent dan Leon berjabat tangan tangan damai.
"Musuh?Jepang menunggu kita!"

No comments:

advertisment